Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2025

Rasa yang Menghidupkan Sujud

Pernah ada masa ketika sujud membuat mataku basah, dan bacaan demi bacaan terasa seperti bisikan lembut dari langit. Sholat bukan sekadar gerakan, tapi pelukan. Perjumpaan yang kurindukan, bukan kewajiban yang kulakukan. Saat itu, rasanya... dekat. Dalam. Tenang. Namun waktu bergulir, hidup terus berputar. Hari-hari semakin padat, pikiranku semakin riuh. Entah sejak kapan, sholat berubah rupa—dari pelukan menjadi jeda. Jeda dari rutinitas, bukan pertemuan yang menyembuhkan. Tubuhku masih setia berdiri lima kali sehari, namun hatiku seringkali tertinggal di tempat lain. Berpikir, bergegas, berisik. Dan yang menyedihkan, aku terbiasa. Terbiasa sholat tanpa rasa. Terbiasa menyapa-Nya tanpa benar-benar hadir. Hingga suatu hari, rindu itu datang. Rindu yang menyesakkan. Rindu berdiri dengan gemetar. Rindu sujud yang lama, karena tak ingin cepat berpisah. Rindu rasa itu. Rindu Dia. Lalu aku mulai bertanya pada diri sendiri: Apa yang membuat sholat terasa hidup? Apa yang membuat sujud menjadi...

Menemukan Hobi, Menemukan Diri

"Apa hobimu?” Pertanyaan sederhana yang sering bikin aku bengong. Kadang terdiam cukup lama, lalu menjawab dengan ragu, “Hmm… aku suka nulis sih. Tapi belum rutin.” Atau, “Ya suka baca juga, tapi akhir-akhir ini jarang.” Sebenarnya, ini bukan soal nggak punya hobi. Tapi lebih ke bingung: apa yang bisa disebut hobi, dan apa yang cuma aktivitas biasa? Apalagi kalau aktivitas itu nggak berpotensi menghasilkan uang, atau bahkan dilakukan sambil rebahan. Apakah itu masih bisa disebut hobi? Lalu pertanyaan berikutnya muncul: Bukankah harusnya hobi itu produktif? Nah, sebelum melanjutkan, aku jadi penasaran untuk intip dulu makna kata “produktif” menurut KBBI. Ternyata cukup menarik. P roduktif: memberi hasil, manfaat, dan sebagainya. Ternyata definisinya tidak sesempit yang selama ini seringkali jadi standar sosial. Tidak ada kata “uang”, tidak juga “karya besar”, apalagi “harus terlihat orang lain.”  Justru KBBI memberi ruang pada hasil, manfaat, dan sebagainya, yang bisa dieksplorasi ...

Ketika Allah Menyelamatkan Lewat Ujian

B eberapa waktu lalu, aku membaca sebuah utas dari Ustadz Hanan Attaki di WhatsApp Community. Kalimatnya singkat, tapi cukup menghentak hati: "Mungkin karena amal shaleh kita biasa-biasa saja. Atau mungkin taubat kita belum cukup untuk membuat kita sampai ke surga. Maka lewat ujianlah Allah menyelamatkan kita." Aku terdiam cukup lama setelah membaca itu. Rasanya seperti sedang ditunjuk langsung. Karena jujur saja, kalau aku nilai amalku sendiri… ya, memang biasa-biasa saja. Ibadah harian yang sering tak maksimal. Doa yang kadang sekadar formalitas. Shalat yang masih sering terburu-buru. Bahkan taubat yang bolak-balik pada dosa yang sama. Tapi aku tetap berharap surga. Lalu aku merenung: mungkin ujian-ujian dalam hidupku selama ini adalah bentuk betapa Allah menyayangiku, karena Allah tahu amalanku belum cukup untuk sampai ke surga-Nya. --- Ujian itu datang dalam berbagai rupa. Kadang dalam bentuk kehilangan, kadang dalam bentuk kelelahan yang tak terjelaskan. Ada kalanya data...

Saat Dunia Butuh Lebih Banyak Kisah, Bukan Sekadar Data

Pernahkah sebuah cerita membuatmu menangis, sementara angka hanya lewat begitu saja? Pernahkah kamu membaca kisah seseorang yang kehilangan segalanya dalam satu malam? Kamu mungkin tak bisa melupakannya. Tapi bagaimana dengan statistik kemiskinan tahun ini? Berapa angkanya? Kita hidup di zaman di mana data menjadi raja. Algoritma menentukan apa yang kita lihat, mesin pencari menyaring informasi yang kita butuhkan, dan angka-angka mengukur hampir segala aspek kehidupan kita. Dari jumlah langkah harian yang dihitung smartwatch hingga rekomendasi belanja berdasarkan riwayat pencarian, seolah dunia sedang berusaha memahami kita dengan mengurai kita menjadi kumpulan data. Tapi, apakah manusia benar-benar bisa direduksi hanya menjadi angka dan pola? Di tengah arus informasi yang deras, ada sesuatu yang semakin langka: kisah. Kisah yang tidak sekadar memberi tahu, tetapi menggetarkan hati. Kisah yang tidak hanya berisi fakta, tetapi membawa makna. Dunia tidak hanya membutuhkan lebih banyak ...

Pelajaran Hidup dari Menjadi Ibu: Hal-hal yang Dulu Tidak Aku Sadari

Dulu, aku berpikir bahwa menjadi ibu adalah tentang mengasuh, mendidik, dan memastikan anak tumbuh sehat. Aku melihatnya sebagai peran alami yang pasti bisa dijalani dengan naluri. Tapi ternyata, menjadi ibu adalah perjalanan belajar seumur hidup yang penuh kejutan. Ada begitu banyak hal yang baru aku sadari setelah menjalaninya sendiri, hal-hal yang dulu tak pernah terpikirkan. 1. Waktu Ternyata Begitu Berharga Sebelum punya anak, aku merasa waktu selalu cukup. Bisa rebahan lebih lama, gampang 'hayu' kalau diajak kemanapun tanpa banyak pertimbangan, atau yaa sekadar menikmati secangkir teh tanpa gangguan. Tapi setelah menjadi ibu, waktu terasa begitu cepat berlalu. Bangun pagi, mengurus anak, memasak, bekerja, berkomunitas, lalu tiba-tiba hari sudah malam. Aku belajar bahwa setiap momen berharga, bahkan yang paling sederhana sekalipun. Sekarang, menikmati teh hangat tanpa interupsi sudah seperti liburan kecil bagiku. 2. Tidur Nyenyak Adalah Kemewahan Dulu, tidur adalah hal bia...

Sebuah Perenungan Idul Fitri

Idul Fitri datang sebagai perayaan setelah sebulan penuh menahan diri. Ia bukan sekadar hari kemenangan, melainkan titik balik untuk kembali kepada fitrah—kesucian yang telah diasah sepanjang Ramadhan. Dalam kebersamaan dan kebahagiaan hari ini, mari kita merenung: sejauh mana kita telah berubah? Apa yang tersisa dari latihan spiritual yang kita jalani? Ramadhan mengajarkan kita untuk sabar dalam menahan lapar dan dahaga, tetapi lebih dari itu, ia juga melatih kita untuk menahan amarah, prasangka, serta hawa nafsu yang sering kali membelenggu hati. Setelah sebulan penuh berjuang, kini kita sampai di hari yang dinanti. Namun, apakah kemenangan ini hanya dirayakan dengan pakaian baru dan hidangan melimpah? Atau ada makna yang lebih dalam yang perlu kita hayati? Fitrah berarti kembali kepada kemurnian jiwa—seperti seorang bayi yang baru lahir, bebas dari dosa dan penuh dengan harapan. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa mungkin, selama ini kita tidak pernah benar-benar kembali ke fitrah?...