Ketika Allah Menyelamatkan Lewat Ujian
Beberapa waktu lalu, aku membaca sebuah utas dari Ustadz Hanan Attaki di WhatsApp Community. Kalimatnya singkat, tapi cukup menghentak hati:
"Mungkin karena amal shaleh kita biasa-biasa saja. Atau mungkin taubat kita belum cukup untuk membuat kita sampai ke surga. Maka lewat ujianlah Allah menyelamatkan kita."
Aku terdiam cukup lama setelah membaca itu. Rasanya seperti sedang ditunjuk langsung. Karena jujur saja, kalau aku nilai amalku sendiri… ya, memang biasa-biasa saja. Ibadah harian yang sering tak maksimal. Doa yang kadang sekadar formalitas. Shalat yang masih sering terburu-buru. Bahkan taubat yang bolak-balik pada dosa yang sama. Tapi aku tetap berharap surga.
Lalu aku merenung: mungkin ujian-ujian dalam hidupku selama ini adalah bentuk betapa Allah menyayangiku, karena Allah tahu amalanku belum cukup untuk sampai ke surga-Nya.
---
Ujian itu datang dalam berbagai rupa. Kadang dalam bentuk kehilangan, kadang dalam bentuk kelelahan yang tak terjelaskan. Ada kalanya datang dalam bentuk relasi yang rumit, tekanan hidup yang silih berganti, atau bahkan dalam kesepian di tengah keramaian.
Saat kita sedang menjalaninya, rasanya berat sekali. Bahkan mungkin muncul pertanyaan dalam hati, “Kenapa harus begini ya, ya Allah?” Tapi bisa jadi, justru itulah bentuk penyelamatan Allah. Karena mungkin tanpa ujian itu, kita akan semakin jauh dari-Nya. Semakin nyaman dalam kelalaian. Semakin merasa cukup dengan amal yang belum seberapa.
Bukan karena Allah ingin menyakiti, tapi justru karena Allah terlalu sayang. Bayangkan seorang anak kecil yang sedang disuntik. Ia menangis, merasa disakiti, bahkan mungkin marah pada ibunya. Tapi si ibu tetap memeluknya, menahan tangisnya sendiri. Ia tahu, jarum yang menyakitkan itu perlu, agar anaknya terhindar dari sakit yang lebih besar.
Begitu pula Allah. Ia peluk kita dengan ujian. Mungkin sakit, mungkin kita menangis, tapi pelukan itu adalah bentuk kasih yang ingin menyelamatkan. Menjauhkan kita dari dosa. Menarik kita agar kembali ke jalan yang lurus. Menghapus dosa-dosa yang tidak mampu kita hapus dengan amal biasa.
---
Aku jadi teringat satu hadits:
"Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga oleh Allah. Maka ia bertanya: 'Ya Rabb, dari mana aku mendapat ini?' Maka Allah menjawab: 'Karena istighfar anakmu untukmu.'" (HR. Ahmad)
Kalau doa orang lain saja bisa mengangkat derajat kita, bagaimana dengan sabar kita atas ujian yang Allah berikan? Mungkinkah justru itu cara Allah mengangkat kita, karena kita tak mampu meraihnya sendiri?
Kita sering terlalu takut diuji, padahal ujian itu bisa jadi jalan istimewa menuju surga. Karena jujur saja, jika hanya mengandalkan amal pribadi—yang bolong sana-sini—bagaimana bisa kita layak meminta surga?
Allah Maha Tahu. Mungkin itulah sebabnya Dia mengirimkan ujian. Karena Dia ingin kita pulang, tapi kita terlalu lemah untuk berjalan sendiri. Maka Dia tuntun kita dengan cara yang terasa berat—tapi sebenarnya itulah yang paling ringan untuk mengangkat kita, jika kita bersabar.
---
Meski tetap manusiawi jika sedih, menangis, atau merasa lelah. Tapi aku ingin melatih hatiku untuk yakin bahwa segala ujian tidak ada yang sia-sia. Allah tidak sedang menghukum, melainkan Allah sedang menyelamatkan, dengan cara yang mungkin tidak sepenuhnya dapat kita mengerti sekarang.
Semoga Allah kuatkan hati kita. Sungguh, jalan menuju surga itu tidak mudah. Tapi jika itu adalah jalan yang Allah pilihkan untuk kita, maka semoga kita mampu menjalaninya dengan penuh harap dan keyakinan. Bahwa setiap luka yang kita lewati, setiap air mata yang jatuh, tidak akan sia-sia di sisi-Nya.
Karena Allah tidak pernah menyia-nyiakan sabar dari hamba yang Ia cintai.
Komentar
Posting Komentar