Antara Vibrasi dan Prasangka Baik: Menjernihkan Konsep Energi dalam Pandangan Islam
Belakangan ini, istilah seperti energi positif, vibrasi, frekuensi pikiran, bahkan resonansi semesta semakin sering terdengar. Di media sosial, dalam buku-buku motivasi, hingga dalam kelas pengembangan diri. Menariknya, tidak sedikit dari istilah ini yang dibungkus dengan nuansa spiritual atau bahkan dikaitkan dengan Islam. Salah satu yang sering dikutip adalah hadits, "Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku."
Sebagai seorang muslim yang ingin terus belajar dan menjaga kemurnian tauhid, pertanyaannya adalah: apakah konsep vibrasi dan resonansi ini benar-benar ilmiah? Apakah sesuai dengan Islam? Ataukah bisa menyesatkan secara halus?
Apa Itu Energi, Vibrasi, dan Resonansi?
Secara ilmiah, energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja, sesuai dengan hukum kekekalan energi dalam fisika klasik. Energi bisa berbentuk kinetik, potensial, listrik, termal, dan sebagainya.
Vibrasi (getaran) dan frekuensi adalah konsep nyata dalam fisika. Contohnya, suara merupakan gelombang mekanik yang merambat melalui medium dan memiliki frekuensi (Hz). Dalam tubuh manusia, gelombang otak yang bisa diukur dengan EEG (Electroencephalogram) memiliki rentang frekuensi tertentu, seperti alpha (8–12 Hz), beta (12–30 Hz), dan delta (0.5–4 Hz) [Davidson & Hugdahl, Brain Asymmetry, 1996].
Namun, ketika konsep ini dipakai dalam ranah motivasi seperti law of attraction atau vibrasi energi pikiran, maknanya berubah dan tidak lagi merujuk pada konsep ilmiah yang bisa diukur secara objektif.
Menurut Harriet Hall, M.D., dalam artikelnya di Science-Based Medicine, konsep seperti "pancaran energi positif dari pikiran" atau "menarik hal baik melalui frekuensi diri" tidak memiliki dasar bukti ilmiah yang valid dan masuk dalam kategori pseudoscience — sesuatu yang terdengar ilmiah tetapi tidak diuji dengan metode ilmiah yang sahih.
Islam dan Prasangka Baik: Apa Kata Islam?
Islam sangat mendorong umatnya untuk berprasangka baik kepada Allah. Dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:
"Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku." (HR. Bukhari no. 7405, Muslim no. 2675)
Artinya, saat kita yakin bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Menolong, dan Maha Bijaksana, maka kita akan memandang hidup dengan kacamata iman dan harapan.
Tetapi prasangka baik ini bukan sistem manifestasi realita. Dalam Islam, husnudzan adalah bentuk keimanan dan optimisme yang tetap tunduk kepada takdir dan ketentuan Allah, bukan upaya memengaruhi realita dengan pikiran sendiri.
Ketika Vibrasi Jadi Pengganti Takdir
Masalah muncul ketika seseorang mulai meyakini bahwa semesta akan menyesuaikan dengan vibrasi pikirannya. Kalimat seperti "aku menarik realita ini dengan pikiranku" atau "semesta sedang mendukungku" bisa secara halus menggeser keyakinan: dari Allah sebagai pengatur semesta, menjadi diri sendiri atau semesta sebagai pengendali.
Psikolog sosial seperti Carol Dweck dan Albert Bandura menjelaskan pentingnya mindset dan keyakinan diri dalam membentuk perilaku dan hasil, tapi bukan berarti pikiran bisa menciptakan realita secara metafisik. Dalam Islam, hasil tetap bergantung pada kehendak Allah, bukan pada pikiran manusia.
Positive Thinking ala Muslim
Islam sangat menganjurkan berpikir positif. Tapi bukan untuk menarik energi semesta, melainkan karena kita percaya kepada sifat-sifat Allah yang Maha Baik. Kita diajarkan untuk berharap, berdoa, memperbaiki amal, lalu berserah diri. Inilah bentuk ikhtiar dan tawakal.
Dalam Islam, afirmasi adalah dzikir. Visualisasi adalah harapan yang kita curahkan dalam doa dan sujud. Bukan untuk mengatur realita, tetapi untuk membangun kedekatan dengan Allah.
Menjaga Tauhid di Era Vibrasi
Kita tentu bisa menggunakan bahasa motivasi, tapi perlu disaring. Daripada mengatakan "semesta mendukungku", lebih baik kita katakan "Allah memudahkan jalanku". Pikiran positif memang bermanfaat, tetapi jangan sampai menjadi kepercayaan baru yang samar, lalu menggantikan iman.
Kita adalah hamba. Allah adalah Rabb. Semua terjadi karena "Kun fayakun", bukan karena kita punya vibrasi tertentu.
Tetap Berprasangka Baik, Tapi Tahu Tempatnya
Berprasangka baik, menyebarkan energi kebaikan, dan berpikir positif tentu sangat sejalan dengan ajaran Islam. Tapi mari kita pastikan bahwa semua itu dilakukan karena Allah memerintahkannya, bukan untuk "menarik realita".
Jika kemudian ada kebaikan yang datang, yakinlah: itu bukan hasil vibrasi, tapi kasih sayang Allah.
Komentar
Posting Komentar