Memaafkan: Melepaskan Beban, Memberi Ruang untuk Kedamaian
Ada banyak hal dalam hidup yang tidak berjalan sesuai harapan. Ada orang-orang yang, entah sadar atau tidak, menyakiti kita. Ada keputusan-keputusan yang meninggalkan luka. Dan ada masa lalu yang rasanya terlalu berat untuk dikenang, apalagi diterima.
Salah satu proses paling sunyi, namun paling dalam, dalam perjalanan hidup seseorang adalah memaafkan.
Bukan, memaafkan bukan berarti melupakan. Bukan berarti membenarkan apa yang salah. Memaafkan tidak mengharuskan kita menghapus rasa sakit atau berpura-pura bahwa kita baik-baik saja. Justru, memaafkan dimulai dari keberanian untuk mengakui luka yang ada, merangkulnya, lalu perlahan-lahan melepaskannya.
Aku belajar bahwa memaafkan bukan tentang orang lain—ini tentang diri kita sendiri. Tentang kelegaan yang kita butuhkan. Tentang ruang yang kita butuhkan di dalam hati untuk bernafas, tanpa selalu diganggu oleh rasa sakit yang belum selesai.
Sering kali yang membuat sulit memaafkan bukan hanya karena luka yang dalam, tapi karena kita berharap ada pengakuan. Kita menunggu permintaan maaf, validasi, atau setidaknya rasa bersalah dari pihak yang menyakiti. Tapi bagaimana jika itu tidak pernah datang? Apakah kita akan terus menyimpan amarah dan kecewa sepanjang hidup?
Di titik ini aku sadar, bahwa melepaskan beban itu bukan berarti kalah, tapi memilih damai.
Ada kelegaan luar biasa saat kita tidak lagi sibuk membuktikan diri, tidak lagi berjuang agar dilihat atau dimengerti. Karena pada akhirnya, kita bisa tetap utuh, bahkan saat pengakuan itu tidak pernah datang.
Memaafkan adalah keputusan lembut yang kita buat berulang-ulang. Bukan karena mereka pantas dimaafkan, tapi karena kita pantas merdeka dari luka itu.
Dan, mari kita memilih untuk merdeka. Pelan-pelan. Dengan penuh kasih pada diri sendiri.
---
Perjalanan memaafkan memang tidak instan. Kadang terasa satu langkah maju, lalu dua langkah mundur. Tapi aku percaya, selama kita terus melangkah, sekecil apa pun itu, saat itulah kita sedang menapaki jalan pulang menuju diri sendiri—versi diri yang lebih tenang, lebih utuh, dan lebih penuh cinta.
Untukmu yang juga sedang belajar memaafkan, peluk hangat dari aku yang juga sedang berjalan. Kita bisa. Kita layak damai.
Komentar
Posting Komentar