Ruang Kecil untuk Bersedih

Kadang kita merasa harus selalu kuat. Harus bisa tersenyum. Harus bisa sabar. Harus bisa “melihat sisi baik dari semuanya.” Dan di tengah semua harus itu, kita lupa bahwa kita juga manusia.


Lalu datanglah rasa sedih—yang kadang muncul tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Tapi kita malah menahannya. Bukan karena nggak bisa menangis, tapi karena merasa nggak pantas. “Sedih kenapa? Masalahmu cuma segini. Masih banyak yang lebih berat,” begitu kata suara di kepala.


Padahal, sedih itu bukan kompetisi. Ia bukan tentang seberapa besar masalah kita di mata dunia. Ia adalah perasaan personal, yang sah untuk hadir tanpa harus mendapat izin dulu dari “standar kelayakan sosial.” Kesedihan bukan soal layak atau tidak layak. Bukan soal siapa yang lebih berat bebannya. Tapi soal menjadi manusia seutuhnya—yang tak hanya tahu cara tertawa, tapi juga bisa menangis dengan jujur.


Kita nggak perlu menyamakan atau membandingkan rasa sedih kita dengan tragedi apapun. Luka kecil di dalam tetaplah luka, tetap butuh dirawat. Kalau tidak, ia bisa membusuk dalam diam, menggerogoti semangat dan kejernihan berpikir. Luka yang dibiarkan, sekecil apapun, tetap bisa melumpuhkan.


Agaknya kita perlu menyapa diri. Bukan untuk memanjakan emosi, tapi untuk memberi ruang bagi sisi manusia kita, agar kita tetap bisa berfungsi dengan wajar. Bukan untuk melemah, tapi agar kita bisa lebih kuat dengan cara yang sehat. Karena menyapu perasaan di bawah karpet tidak membuatnya hilang, hanya tersembunyi, menunggu meledak.


Merasa sedih bukan tanda kelemahan, tapi justru bukti bahwa kita hidup dan peduli. Terkadang, air mata adalah bentuk lain dari keberanian—keberanian untuk jujur pada diri sendiri, keberanian untuk merangkul rasa, dan keberanian untuk tetap melangkah walau tak semua hal terasa baik-baik saja.


Jadi, kalau kamu merasa sedih hari ini, meski tidak tahu kenapa, nggak apa-apa. Mungkin tubuhmu lelah, pikiranmu sesak, atau jiwamu hanya butuh diingatkan: kamu juga manusia. Kamu berhak menangis. Kamu berhak merasa rapuh. Dan kamu tetap kuat, bahkan di dalam tangis.


Karena dari ruang kecil yang kamu izinkan untuk jujur itulah, kamu akan tumbuh. Pelan-pelan. Tapi lebih utuh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zona 7 Day 1 Cinta Bumi: Membuat Tabel Aktivitas Cinta Bumi

Zona 4 Day 1 Melatih Kemandirian dalam Rutinitas Pagi

Rasa yang Menghidupkan Sujud