Gelombang Cinta itu Belum Kunjung Hadir

Masya Allah, walhamdulillah... Hari demi hari kehamilan dilalui dengan berbagai macam ceritanya, bahagianya, tantangannya, kejutannya, keberkahannya. Hingga sampailah kami di hari ini, di usia kandungan 40 minggu 4 hari. 

Rasanya campur aduk sekali. Tapi di sisi lain, alhamdulillah, Allah tidak pernah membiarkan aku kehilangan harapan. Pada kehamilan kali ini, entah kenapa rasanya aku tidak ingin melewatkan hari tanpa berharap pada-Nya. Perihal apapun itu. 

Seperti saat di pemeriksaan kehamilan 38 minggu yang hasilnya cukup membuat khawatir, tapi Allah tidak pernah mencabut harapan dalam hatiku. Hingga pada pemeriksaaan kehamilan 39 minggu, aku mencari opsi kedua, alhamdulillah semua sangkaan itu tidak terkonfirmasi. Plasenta dalam kondisi baik, air ketuban cukup dan jernih, berat badan janin diperkirakan 2,9 kg. Alhamdulillah. Allah selalu Mahabaik. Masya Allah ðŸ˜­

Berita USG itu pun aku kabarkan kepada bidanku. Beliau menyemangati dan menantikan kedatanganku untuk persalinan nanti. 

***

Hari-hari berikutnya berlalu. Lanjut pada harapan bayi ini akan segera lahir, aku akan segera memeluknya, menggendongnya, dan kami akan kumpul bersama. 

39 minggu 1 hari, gelombang cinta itu muncul di malam hari. Sebentar saja, tapi rasanya bahagia sekali ketika rasa yang dirindukan itu hadir. Lalu pagi harinya kontraksi itu pergi. 

39 minggu 2 hari ia datang lagi malam hari, lebih banyak dari malam sebelumnya. Meskipun saat pagi kontraksi itu kembali hilang lagi, dan belum muncul lagi hingga berhari-hari setelahnya. 

39 minggu 4 hari. Jumat sore. Aku menangis sejadi-jadinya, aku merengek pada Allah, memohon agar segera Allah takdirkan persalinan terjadi hari itu juga. Rasanya ingin sekali aku melahirkan hari itu juga. Rasanya aku sudah menyiapkan semuanya, fisik, mental, spiritual. Aku ingin segera bertemu dengan bayiku. Aku khawatir terjadi apa-apa dengannya jika terlalu lama dilahirkan. 🥺

Ah rasanya begitu campur aduk. Aku malu karena amalku begitu remeh bahkan lebih kecil dari sebutir debu, lalu aku datang merengek dan meminta-minta setengah memaksa. Tapi ya Allah, kepada siapa lagi aku memohon selain kepada-Mu... ðŸ˜­
Saat itu, diantara rasa takut dan harap, aku berdoa agar Allah berkenan mengabulkan doaku. 

***

Namun, masih sama seperti hari sebelumnya. Allah menjawab doaku dengan cara terbaik-Nya, bukan dengan persalinan yang aku minta, melainkan dengan rasa tenang di jiwa. 

***

HPL oh HPL... Kamu hanya perkiraan saja, aslinya bisa lebih cepat, bisa lebih lama. Tapi kalau ibu hamil bertemu denganmu, kok rasanya bikin hati dagdigdug ya 😂

Meskipun sebelumnya aku sudah punya pengalaman persalinan Hikari yang juga lewat HPL, tapi tetap saja lewat HPL lagi tuh memunculkan kekhawatiran dan bikin overthinking

Akhirnya 40 minggu pun berlalu. Aku masih belum merasakan tanda apapun lagi. Sebelum tidur, aku selalu berharap "semoga malam ini", lalu aku bangun di pagi hari dengan harapan yang masih sama, "kalau bukan malam tadi, ya semoga hari ini."

Pagi-pagi aku mulai dengan beberapa exercise sebelum mengantar Hauna sekolah. Squat, butterfly pose, gymball, jalan agak berlari, dan lompat gembira 🙈

Siang sampai malam hari aku banyak merenung ke dalam diriku. Mengingat lagi, bahwa sejak aku tau hamil, aku sering berdoa agar bayi ini memiliki jiwa yang tenang. Bisa jadi ini adalah ketenangan baginya, dan aku perlu melewati ujian ketenangan untuk diriku sendiri sebagai ibunya. 

Lalu aku juga mengingat lagi, bahwa saat awal TM 3 dulu aku pernah punya firasat bahwa akan melahirkan sebelum HPL, tapi saat itu aku merasa tidak ingin cepat-cepat melahirkan, karena aku masih menikmati kehamilan ini, aku masih bahagia dengan gerakan-gerakan bayi dalam perutku, dan aku masih kangen hamil. Kalau cepet lahiran, terus nanti aku kangen hamil lagi, gimanaaa? Begitulah batinku. 🙈

Nah, ternyata sekarang firasat itu salah, dan harapan batinku Allah penuhi. Kalau sudah begini, siapa yang salah? Hehehe. Meskipun ini bukan tentang siapa yang salah sih, hanya perlu menyadari bahwa seringkali apa yang kita alami itu ada andil dari harapan kita juga yang terselip entah disadari atau tidak. 

Akhirnya, tepat 40 minggu itu, di malam hari, aku mengambil hikmah, bahwa Allah itu selalu Mahabaik, kali ini lagi-lagi Allah memberi aku waktu lebih lama untuk menikmati kehamilan. Kenapa aku harus memburu-burunya kalau Allah sudah menentukan waktunya? Lebih baik aku menikmati saat-saat terakhir kehamilan ini, karena belum tentu Allah akan memberikan rezeki kehamilan lagi kan? 

Lebih baik aku memperbanyak amal yang menjadi lebih istimewa dalam keadaan hamil ini. Lebih baik aku memperbanyak doa untuk orang-orang terkasih, untuk orang tua, untuk keluarga, untuk muslim, untuk Palestina. Lebih baik aku memaksimalkan waktu bersama kedua anakku yang sebentar lagi akan menjadi kakak untuk adiknya. Masih banyak hal baik yang bisa aku lakukan dibanding mengkhawatirkan sesuatu yang padahal sudah Allah atur dengan sebaik-baiknya. 

Kututup malam itu dengan penuh rasa syukur dan hikmat. Aku mandi air hangat sebelum tidur, tilawah, membaca buku, lalu tidur dengan penuh ketenangan. 

***

40 minggu 1 hari. Mulai berdatangan pertanyaan dari orang-orang sekeliling, "belum lahiran?"

Kalau waktu hamil pertama dulu rasanya baper ditanya seperti itu, dan hamil kedua aku tidak sempat ditanya karena aku selalu menjawab HPL-ku di tanggal saat minggu ke-42. 

Kalau hamil ketiga ini, aku tidak baper, malah aku memahami bahwa mereka begitu peduli. Rasa pedulinya sampai kok ke hati, tapi yang sampai ternyata bukan hanya rasa pedulinya saja, melainkan juga rasa khawatir mereka. 

Sepulang mengantar Hauna sekolah, rasa khawatir itu datang lagi. Melow sekali hari itu. Aku menangis, sedih, khawatir. Bukan mengkhawatirkan rasa sakit, tapi lebih khawatir terhadap kondisi janinku. Kesabaranku rasanya mulai menipis. 

"Apa bayiku baik-baik saja? Apakah plasentaku masih dalam kondisi baik untuk memberikan nutrisi untuknya? Meskipun kondisi air ketuban pekan lalu masih jernih, bagaimana kondisinya hari ini? Bagaimana kalau kondisi janinku kurang baik, tapi aku tidak tahu? Bagaimana kalau aku membuat keputusan yang salah karena tetap memaksanya menunggu persalinan alami?"

Aku adukan semua kekhawatiran itu pada Allah. Aku menangis di rumah, disaksikan oleh anak kedua ku yang memelukku sambil kulihat dia menahan tangisnya. Aku memohon ampun pada Allah, jika selama ini terselip rasa ujub dalam hatiku tanpa aku sadari. 

Aku memohon ampun jika keberhasilan VBAC di persalinan kedua lalu membuatku lebih merasa menggampangkan kehamilan kali ini, merasa mampu, terlalu santai, kurang ikhtiar, kurang berdoa. 😭

Allah selalu Mahabaik. Mungkin Allah ingin aku membersihkan diri dan jiwaku terlebih dahulu, sebelum aku melangkah ke jihad persalinan. Allah ingin aku mentaubati terlebih dahulu dosa-dosaku. Allah memberiku waktu lebih lama, agar berguguran dosa-dosaku yang begitu banyak, pada suamiku, anak-anakku, orang tua dan mertuaku, keluargaku, teman-temanku. Allah ingin aku membersihkan hatiku... 🥺

Hari itu pula aku mendapatkan hidayah tentang dahsyatnya dzikir Nabi Yunus. Laa ilaha ilaa anta, subhanaka, inni kuntu minazhzhalimin. Bahwa dalam keadaan paling terpuruk, tergelap, tidak ada jalan keluar, Nabi Yunus bukan memohon apalagi memaksa Allah. Yang Nabi Yunus lakukan adalah mengakui lagi, bahwa tidak ada Ilah selain Allah. Dengan laa ilaha ilallah kita dihidupkan, karena laa ilaha ilallah kita bertahan, dan dengan laa ilaha ilallah pula lah kita berharap dimatikan. Inilah inti kehidupan.

Subhanaka. Menyadari bahwa yang Mahasuci hanya Allah, kita semua hanya makhluk penuh noda yang Allah tutupi dengan kasih sayang-Nya. Inni kuntu minazhzhalimin. Mengakui bahwa diri ini sudah zalim, pada diri sendiri, pada orang-orang, bahkan pada Allah. Diri yang tak sabar, diri yang kadang luput mengimani takdir-Nya, diri yang angkuh dan merasa bisa mendahului ketetapan-Nya. 

Aku memohon ampun pada Allah atas banyaknya dosa dan kezaliman yang sudah aku perbuat, bahkan jika ada setitik kesombongan dalam diriku yang tidak aku sadari. Astaghfirullahaladzim... Ya Allah, ampuni aku 😭

Untuk selanjutnya, aku hanya bisa meyakini dan menguatkan keimanan dengan mendawwamkan dzikir ini. Saat Nabi Yunus berpasrah dan berdzikir pada Allah, yang Allah berikan bukan hanya dikeluarkan dari perut ikan paus, melainkan Allah keluarkan dari kepahitan dan kegelapan hidup yang sebelumnya menimpa Nabi Yunus. Ya Allah, semoga Engkau pun berkenan memberiku jalan keluar yang terang benderang untuk setiap tantangan hidup yang akan aku jalani di kemudian hari. Semoga Engkau perkenankan aku menjadi hamba-Mu yang Engkau ridhai.

***

Malamnya kontraksi itu hadir lagi. Masya Allah, rasanya seperti Allah menjawab doaku. Kurang lebih 5 jam, dari jam 9 malam sampai jam 2 pagi. Tapi aku masih bisa menikmati kontraksi itu sambil tetap tertidur. Namun, tertidur dengan rasa sakit yang membahagiakan. 

Jam 2 dini hari aku tidak bisa tidur. Aku putuskan untuk shalat tahajjud, menikmati waktu bersama-Nya. Qodarullah, kontraksi itu hilang lagi. Masya Allah... Daripada berpikir bahwa ini ujian, rasanya lebih tepat jika ini adalah cara Allah menjawab doaku sebelumnya. Allah mendengar, Allah memberikan kontraksi itu. Tapi Allah yang Mahalembut tahu sejauh apa kemampuan rahimku. Mungkin memang ini adalah kontraksi terbaik yang sesuai untukku. Allah tahu, bahwa rahimku memiliki bekas luka sesar, yang perlu waktu lebih lama dan tentu harus lebih lembut untuk menipis dan terbuka. 

*** 

40 minggu 2 hari. Pagi-pagi kami memutuskan untuk mencari kesegaran di Kiara Payung. Mungkin saja memang harus seperti Hikari dulu, diajak lari di Kiara Payung baru muncul kontraksi. 

Meski ternyata tubuhku tidak sekuat dulu. Saat hamil Hikari dulu, aku sama sekali belum merasakan kontraksi sama sekali, bahkan kontraksi palsu pun belum. Saat itu kuat berlari 1 jam tanpa henti di usia kandungan 40 minggu 1 hari.

Kali ini rasanya lebih meletihkan, kakiku sakit. Hanya beberapa putaran aku berlari-lari kecil, sisanya hanya jalan cepat, dan naik turun tangga. 

Akhirnya aku menemukan hikmah lagi, bahwa rumusnya tidak selalu sama. Saat ikhtiar persalinan Hikari dulu mungkin rumus paling pasnya adalah berlari. Tapi bukan berarti itu rumus yang tepat untuk semua orang, atau bahkan untuk diriku sendiri di kehamilan kali ini. 

Rumus bisa saja berbeda, tapi nilainya selalu sama. Apapun rumus yang dipakai, nilainya adalah tentang keimanan, keberpasrahan diri dan ikhtiar total sesuai kemampuan diri. 

***

40 minggu 3 hari. Aku memutuskan untuk periksa ke bidan Poskesdes, memastikan bahwa detak jantung janin normal sebagai indikasi kesejahteraannya, agar aku tidak sibuk menerka dan bisa berpikir jernih sesuai dengan realita. 

Alhamdulillah kondisi detak jantung janin normal, ada di angka 144. Kepala juga sudah mulai masuk panggul atas. Gerakannya juga masih aktif. Perut juga sudah sangat sering kencang, meskipun belum bisa disebut kencang saat persalinan. Alhamdulillah, bidan menenangkan dan memberi dukungan positif untukku. 

Karena hasil USG sebelumnya bagus, bidan meminta untuk USG ulang ke Obgyn jika tanggal 4 Oktober belum juga ada tanda persalinan, ini adalah saat usia kandungan 41 minggu 4 hari. Saat ini PR-ku adalah tetap bergerak untuk kelenturan jalan lahir dan banyak minum untuk menjaga ketuban tetap jernih. 

Alhamdulillah, alhamdulillah... 

Hari ini aku tetap berharap. Entah kenapa, Allah tidak pernah menghapuskan harapan dalam hatiku. Tapi aku serahkan harapan itu pada Allah. Allah memberikanku kehendak, aku boleh berkehendak. Tapi Allah juga punya kehendak. Dan kehendak terbaik adalah kehendak-Nya. Aku hanya berharap, berdoa, berikhtiar, dan meyakini kehendak-Nya adalah ketetapan terbaik untukku. 

Semoga kelak anakku pun menjadi hamba yang tidak pernah berputus asa dari rahmat-Nya. Semoga di hatinya selalu terpaut harapan pada Allah. Harapan yang jernih, yang hanya mengharapkan ridha-Nya. 

***

40 minggu 4 hari. Disinilah aku hari ini. Bertemu dengan  hari Jumat lagi. Harapan itu masih ada. Harapan untuk segera bertemu bayiku dalam kondisi sehat, selamat, aman, nyaman, bahagia, dalam kondisi keimanan yang kokoh, bisa segera memeluknya dan inisiasi menyusu dini, dan kami segera kumpul berlima dengan bahagia.

Tapi hari ini aku sudah lebih lega untuk menjalani hari-hari terakhir kehamilan ini. Tidak lagi dalam tekanan untuk segera melahirkan bayi ini. Tugasku hanya mempersiapkan diri saja. Agar jika sewaktu-waktu Allah tunjukkan tandanya, aku sudah siap dalam keadaan paling tenang. 

***

Laa haula wa laa quwwata illa billah. Tuntun aku selalu ya Allah... 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zona 7 Day 1 Cinta Bumi: Membuat Tabel Aktivitas Cinta Bumi

Zona 4 Day 1 Melatih Kemandirian dalam Rutinitas Pagi

Rasa yang Menghidupkan Sujud