Surat kepada Aku yang Dulu

Hai, kau yang sedang duduk di bangku kuliah, dikelilingi tumpukan teori dan harapan, menyusun rencana hidup yang indah seperti merangkai origami.

Hai, gadis penuh cita-cita yang percaya bahwa hidup bisa diatur serapi to-do list, apa kabarmu?


Dulu, kau membayangkan di masa depan kau akan menjadi ibu yang produktif baik secara materi maupun kontribusi, bekerja dari rumah dengan anak-anak bermain ceria di dekatmu, berpenghasilan cukup, tetap tampil manis, dan punya waktu luang untuk membaca buku kesukaanmu. Ah, indah sekali ya?


Kau percaya bahwa mimpi bisa diraih dengan niat baik dan perencanaan matang.

Aku tersenyum mengingatnya.

Bukan karena itu keliru, tapi karena aku baru tahu: hidup tak selalu mau ikut rencana.


Kini aku sudah di masa depan itu! Tapi...

Hari ini, aku tak bekerja di kantor megah,

tidak juga bergaji sepuluh juta,

dan hariku tak selalu indah.

Kadang aku lupa makan,

kadang aku menangis di kamar mandi,

kadang aku iri melihat perempuan lain yang tampaknya lebih 'berhasil'.


Tapi hei—aku tetap hidup.

Dan bukan hanya bertahan.

Aku hidup dengan cinta yang kau bayangkan,

meski wujudnya mungkin lebih lelah dari yang kau kira. Hehehe.


Aku membesarkan anak-anak dengan tangan yang kikuk,

tapi juga hati yang belajar untuk tidak menyerah.

Aku juga berbicara, sesekali di depan umum,

tapi lebih sering di ruang kecil yang sunyi—

tempat ibu-ibu mendengarku bukan karena prestasi,

tapi karena perasaan kami yang saling memahami.

Aku berkontribusi, dengan cara yang mampu aku lakukan dengan segala keterbatasanku.


Aku tak berhenti bermimpi.

Aku hanya menggantikan megafon dengan bisikan,

dan sorotan lampu dengan cahaya lilin.


Hei, kau tahu, kau tak gagal, sayang.

Semua cita-cita itu masih hidup—

bukan sebagai puing,

tapi sebagai pondasi yang kini menopang langkahku.


Kau pernah menanam, dan aku yang kini sedang memetik buahnya, meski kadang pahit, meski belum matang seluruhnya, tapi ia masih terus bertumbuh.


Dan... Aku ingin kau tahu:

tidak semua mimpi harus terlihat besar agar berarti.

Ada mimpi yang diam-diam menjelma keteguhan,

menjelma pelukan hangat di malam yang menguatkan,

menjelma anak-anak yang tau bahwa mereka dicintai,

dan dunia yang sedikit lebih lembut karena kehadiran kita.


Terima kasih, ya.

Sudah percaya.

Sudah berani bermimpi, meski jalannya ternyata penuh belokan tak terduga.


Kau bukan puing.

Kau benih.

Dan aku di sini, tumbuh karenamu.

Masih terus tumbuh menuju masa depan selanjutnya.

Terima kasih, ya! 😊



Dengan segala cinta,


Aku, yang kini hidup tanpa riuh,

tapi berusaha agar tetap utuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zona 7 Day 1 Cinta Bumi: Membuat Tabel Aktivitas Cinta Bumi

Zona 4 Day 1 Melatih Kemandirian dalam Rutinitas Pagi

Rasa yang Menghidupkan Sujud