2VBAC Part 3 - Menunggu dengan Cinta: Cerita 40 Minggu Kehamilan
Cerita Sebelumnya: 2VBAC Part 2 - Cerita Kehamilan Ketiga
Masya Allah, walhamdulillah.
Hari demi hari kehamilan ini dilalui dengan berbagai cerita: kebahagiaan, tantangan, kejutan, hingga keberkahan. Hingga sampailah kami di hari ini, usia kandungan 40 minggu 4 hari.
Rasanya campur aduk sekali. Namun di sisi lain, alhamdulillah, Allah tidak pernah membiarkan aku kehilangan harapan. Pada kehamilan kali ini, entah mengapa aku tidak ingin melewatkan hari tanpa berharap pada-Nya, dalam hal apa pun.
Seperti saat pemeriksaan kehamilan di usia 38 minggu, hasilnya sempat membuatku khawatir. Namun Allah tidak pernah mencabut harapan di hatiku. Hingga pada pemeriksaan usia kehamilan 39 minggu, bidan menyarankan mencari opsi kedua. Alhamdulillah, semua sangkaan buruk itu tidak terkonfirmasi. Plasenta dalam kondisi baik, air ketuban cukup dan jernih, berat badan janin diperkirakan 2,9 kg. Masya Allah, alhamdulillah. Allah selalu Mahabaik. ðŸ˜
Kabar USG itu aku sampaikan kepada Bidan Amel. Beliau menyemangati dan mendoakanku.
---
Hari-hari berikutnya berlalu. Harapan agar bayi ini segera lahir semakin besar. Aku ingin segera memeluknya, menggendongnya, dan berkumpul bersama.
39 minggu 1 hari.
Gelombang cinta itu muncul di malam hari. Sebentar saja, tetapi rasanya bahagia sekali saat rasa yang dirindukan itu hadir. Sayangnya, pagi hari kontraksi itu pergi.
39 minggu 2 hari.
Ia datang lagi malam hari, lebih banyak dari sebelumnya. Namun seperti kemarin, kontraksi itu kembali hilang saat pagi dan belum muncul lagi hingga beberapa hari setelahnya.
39 minggu 4 hari.
Jumat sore, aku menangis sejadi-jadinya. Aku merengek kepada Allah, memohon agar persalinan segera terjadi hari itu juga. Rasanya ingin sekali melahirkan hari itu. Semua sudah aku siapkan: fisik, mental, spiritual. Aku ingin segera bertemu bayiku. Aku khawatir jika terlalu lama, ada hal buruk yang terjadi padanya. 🥺
Rasanya campur aduk. Aku malu karena amalku begitu kecil, lebih kecil dari sebutir debu, tetapi aku datang merengek meminta-minta kepada Allah dengan setengah memaksa. Namun kepada siapa lagi aku memohon, selain kepada-Mu, ya Allah? ðŸ˜
Saat itu, di antara rasa takut dan harap, aku berdoa agar Allah berkenan mengabulkan doaku.
---
Namun, Allah menjawab doaku dengan cara terbaik-Nya. Bukan melalui persalinan yang aku minta, melainkan melalui rasa tenang di jiwa.
---
HPL oh HPL.
Kamu hanya perkiraan saja—bisa lebih cepat, bisa lebih lambat. Tetapi ketika ibu hamil bertemu denganmu, kok rasanya bikin hati deg-degan ya? 😂
Walaupun aku pernah melewati HPL saat melahirkan Hikari, tetap saja melampaui HPL lagi kali ini memunculkan kekhawatiran dan overthinking.
40 minggu pun berlalu.
Aku masih belum merasakan tanda-tanda lagi. Sebelum tidur, aku selalu berharap, "Semoga malam ini," lalu bangun pagi dengan harapan yang sama, "Kalau bukan malam tadi, ya semoga hari ini."
Pagi-pagi, aku memulai hari dengan beberapa latihan: squat, butterfly pose, bermain gymball, jalan cepat, dan lompat-lompat kecil dengan gembira. 🙈
Siang hingga malam, aku merenung. Aku teringat doa saat pertama tahu hamil: agar bayi ini memiliki jiwa yang tenang. Mungkin, ketenangan ini adalah jawabannya. Ia begitu tenang di dalam rahim. Dan aku pun perlu belajar untuk tenang sebagai ibunya.
Aku juga mengingat kembali firasat di awal trimester tiga. Saat itu aku merasa akan melahirkan sebelum HPL, tetapi di sisi lain aku merasa tidak ingin cepat-cepat. Aku masih menikmati gerakan-gerakan bayi di dalam perutku. Aku masih kangen hamil. Kalau cepat lahiran, nanti aku kangen hamil lagi, gimana? 🙈
Ternyata, firasat itu salah, dan Allah memenuhi harapan batinku. Kalau sudah begini, siapa yang salah? Hehe.
Namun, ini bukan tentang salah atau benar. Aku belajar bahwa sering kali apa yang kita alami adalah jawaban dari harapan yang pernah terselip, entah disadari atau tidak.
---
Tepat 40 minggu, di malam hari, aku mengambil hikmah, Allah itu selalu Mahabaik. Kali ini, Allah memberiku waktu lebih lama untuk menikmati kehamilan ini. Kenapa harus terburu-buru kalau Allah sudah menentukan waktunya?
Lebih baik aku menikmati saat-saat terakhir kehamilan ini, karena belum tentu Allah akan memberikan rezeki kehamilan lagi, kan? Lebih baik aku memperbanyak amal yang lebih istimewa dalam keadaan hamil ini.
Aku pun merenung, "Apa yang bisa kulakukan dalam waktu yang tersisa ini?"
Aku memilih untuk memperbanyak doa: untuk orang-orang terkasih, untuk kedua orang tuaku, untuk keluargaku, untuk umat muslim di seluruh dunia, termasuk saudara-saudara kita di Palestina.
Lebih baik aku memaksimalkan waktu bersama kedua anakku yang sebentar lagi akan menjadi kakak untuk adiknya. Masih banyak hal baik yang bisa kulakukan dibanding terus mengkhawatirkan sesuatu yang sudah Allah atur dengan sebaik-baiknya.
Aku menutup malam itu dengan penuh rasa syukur. Aku mandi air hangat, tilawah, membaca buku, dan tidur dengan hati tenang.
Bersambung ke 2VBAC Part 4 - Di Ujung Kehamilan: Harap yang Tak Pernah Hilang
Komentar
Posting Komentar