2VBAC Part 4 - Di Ujung Kehamilan: Harap yang Tak Pernah Hilang

Cerita Sebelumnya: 2VBAC Part 2 - Menunggu dengan Cinta, Cerita 40 Minggu Kehamilan


40 Minggu, 1 Hari

Pertanyaan dari orang-orang mulai berdatangan, "Belum lahiran?" Kalau dulu, saat hamil pertama, aku mudah terbawa perasaan mendengar pertanyaan seperti itu. Pada kehamilan kedua, aku tidak sempat baper karena selalu menjawab HPL-ku adalah minggu ke-42. Namun, di kehamilan ketiga ini, aku tidak lagi baper. Justru aku menyadari bahwa pertanyaan mereka lahir dari kepedulian.

Tapi peduli itu sering kali datang bersama kekhawatiran. Sepulang mengantar Hauna sekolah, aku merasa gelisah. Air mata jatuh begitu saja. Sedih, khawatir, dan tidak tenang. Bukan karena takut sakit saat melahirkan, tetapi lebih pada kekhawatiran tentang kondisi bayiku.

"Apa bayiku baik-baik saja? Apakah plasentaku masih bisa memberikan nutrisi? Bagaimana jika kondisi air ketuban yang minggu lalu masih jernih kini sudah berubah? Bagaimana jika aku salah mengambil keputusan karena terus menunggu persalinan alami?"

Aku menangis di rumah, ditemani oleh anak keduaku, Hikari yang memelukku, sambil kulihat ia juga menahan tangisnya. Aku adukan semua kekhawatiran itu pada Allah. Aku pun memohon ampun pada Allah, jika selama ini terselip rasa ujub dalam hatiku tanpa aku sadari. Aku memohon ampun jika keberhasilan VBAC di persalinan kedua lalu membuatku lebih merasa terlalu santai di kehamilan kali ini 😭

Aku menangis, mencurahkan semua kegelisahan itu kepada Allah. Aku menangis di rumah, disaksikan oleh anak kedua ku yang memelukku samemelukkumbil kulihat dia menahan tangisnya. itu, Hauna  erat sambil menahan tangis. Aku memohon ampun kepada Allah jika pernah ada rasa sombong di hatiku karena keberhasilan VBAC di persalinan kedua. Mungkin tanpa sadar, keberhasilan itu membuatku merasa terlalu santai di kehamilan ini 😭

Namun, Allah Mahabaik. Aku merasa Allah ingin aku membersihkan diri dan jiwaku sebelum jihad persalinan ini. Allah memberi waktu lebih lama agar dosa-dosaku luruh—dosa kepada suami, anak-anak, orang tua, mertua, dan orang-orang di sekitarku. Allah ingin membersihkan hatiku 🥺

Hari itu, aku diingatkan tentang dahsyatnya doa Nabi Yunus:
Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka innii kuntu minazhzhaalimiin.
Doa ini mengajarkan bahwa d
alam keadaan paling terpuruk, tergelap, tidak ada jalan keluar, Nabi Yunus bukan memohon apalagi memaksa Allah. Yang Nabi Yunus lakukan adalah mengakui kembali, bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah. Dengan laa ilaha ilallah kita dihidupkan, karena laa ilaha ilallah kita bertahan, dan dengan laa ilaha ilallah pula lah kita berharap dimatikan.

Subhanaka. Menyadari bahwa yang Mahasuci hanya Allah, kita semua hanya makhluk penuh noda yang Allah tutupi dengan kasih sayang-Nya. Inni kuntu minazhzhalimin. Mengakui bahwa diri ini sudah zalim, pada diri sendiri, pada orang-orang, bahkan pada Allah. Diri yang tak sabar, diri yang kadang luput mengimani takdir-Nya, diri yang angkuh dan merasa bisa mendahului ketetapan-Nya. 


Aku pun memohon ampun pada Allah atas banyaknya dosa dan kezaliman yang sudah aku perbuat, bahkan jika ada setitik kesombongan dalam diriku yang tidak aku sadari. Astaghfirullahaladzim... 😭

Malam itu...
Kontraksi datang sekitar lima jam, dari pukul 9 malam hingga 2 pagi. Meski sakit, aku masih bisa menikmatinya dan masih bisa terlelap. 
Jam 2 dini hari aku tidak bisa tidur. Aku putuskan untuk shalat tahajjud, menikmati waktu bersama-Nya. Qodarullah, kontraksi itu hilang lagi.

Masya Allah... Daripada berpikir bahwa ini ujian, rasanya lebih tepat jika ini adalah cara Allah menjawab doaku sebelumnya. Allah mendengar, Allah memberikan kontraksi itu. Tapi Allah yang Mahalembut tahu sejauh apa kemampuan rahimku. Mungkin memang ini adalah kontraksi terbaik yang sesuai untukku. Allah tahu, bahwa rahimku memiliki bekas luka sesar, yang perlu waktu lebih lama dan tentu harus lebih lembut untuk menipis dan terbuka.


40 Minggu, 2 Hari

Pagi harinya kami memutuskan untuk mencari kesegaran di Kiara Payung. Mungkin saja memang harus seperti Hikari dulu, diajak lari di Kiara Payung baru muncul kontraksi.




Meski ternyata tubuhku tidak sekuat dulu. Saat hamil Hikari dulu, aku sama sekali belum merasakan kontraksi sama sekali, bahkan kontraksi palsu pun belum. Saat itu kuat berlari 1 jam tanpa henti di usia kandungan 40 minggu 1 hari.

Kali ini rasanya lebih meletihkan, kakiku sakit. Hanya beberapa putaran aku berlari-lari kecil, sisanya hanya jalan cepat, dan naik turun tangga.


Akhirnya aku menemukan hikmah lagi, bahwa rumusnya tidak selalu sama. Saat ikhtiar persalinan Hikari dulu mungkin rumus paling pasnya adalah berlari. Tapi bukan berarti itu rumus yang tepat untuk semua orang, atau bahkan untuk diriku sendiri di kehamilan kali ini.

Rumus bisa saja berbeda, tapi nilainya selalu sama. Apapun rumus yang dipakai, nilainya adalah tentang keimanan, keberpasrahan diri dan ikhtiar total sesuai kemampuan diri.


40 Minggu, 3 Hari

Aku memutuskan untuk periksa ke bidan Poskesdes, memastikan bahwa detak jantung janin normal sebagai indikasi kesejahteraannya, agar aku tidak sibuk menerka dan bisa berpikir jernih sesuai dengan realita.


Alhamdulillah kondisi detak jantung janin normal, ada di angka 144. Kepala juga sudah mulai masuk panggul atas. Gerakannya juga masih aktif. Perut juga sudah sangat sering kencang, meskipun belum bisa disebut kencang saat persalinan. Alhamdulillah, bidan menenangkan dan memberi dukungan positif untukku.


Karena hasil USG sebelumnya bagus, bidan meminta untuk USG ulang ke Obgyn jika tanggal 4 Oktober belum juga ada tanda persalinan, ini adalah saat usia kandungan 41 minggu 4 hari. Saat ini PR-ku adalah tetap bergerak untuk kelenturan jalan lahir dan banyak minum untuk menjaga ketuban tetap jernih. 

Alhamdulillah, alhamdulillah... 

Hari ini aku tetap berharap. Entah kenapa, Allah tidak pernah menghapuskan harapan dalam hatiku. Tapi aku serahkan harapan itu pada Allah. Allah memberikanku kehendak, aku boleh berkehendak. Tapi Allah juga punya kehendak. Dan kehendak terbaik adalah kehendak-Nya. Aku hanya berharap, berdoa, berikhtiar, dan meyakini kehendak-Nya adalah ketetapan terbaik untukku. 

Semoga kelak anakku pun menjadi hamba yang tidak pernah berputus asa dari rahmat-Nya. Semoga di hatinya selalu terpaut harapan pada Allah. Harapan yang jernih, yang hanya mengharapkan ridha-Nya. 


40 Minggu, 4 Hari

Hari ini, harapan itu masih ada. Harapan untuk segera bertemu bayiku dalam kondisi sehat, selamat, aman, nyaman, bahagia, dalam kondisi keimanan yang kokoh, bisa segera memeluknya dan inisiasi menyusu dini, dan kami segera kumpul berlima dengan bahagia.

Tapi hari ini aku sudah lebih lega untuk menjalani hari-hari terakhir kehamilan ini. Tidak lagi dalam tekanan untuk segera melahirkan bayi ini. Tugasku hanya mempersiapkan diri saja. Agar jika sewaktu-waktu Allah tunjukkan tandanya, aku sudah siap dalam keadaan paling tenang.


***


Laa haula wa laa quwwata illa billah. Tuntun aku selalu ya Allah...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zona 7 Day 1 Cinta Bumi: Membuat Tabel Aktivitas Cinta Bumi

Zona 4 Day 1 Melatih Kemandirian dalam Rutinitas Pagi

Rasa yang Menghidupkan Sujud