2VBAC Part 6 - Menuju Persalinan
Cerita Sebelumnya: 2VBAC Part 5 - Ikhtiar dan Doa di Ujung Kehamilan
Kontraksi Semakin Kuat (2 Oktober 2024, Dini Hari)
Semakin malam, kontraksi semakin intens. Jam 2 dini hari, aku mulai lelah dan ingin mengistirahatkan tubuh. Alhamdulillah, meskipun terbangun setiap beberapa menit sekali karena kontraksi, aku masih bisa tidur sejenak.
Saat Subuh, kontraksi sudah terjadi setiap 3-4 menit sekali. Suami mengajakku pergi ke bidan Amel untuk cek pembukaan, tapi aku ingin menunggu lebih lama. Aku ingin shalat Subuh dulu. Shalat saat itu terasa sangat nikmat, meskipun aku harus menarik dan membuang napas dalam setiap kali kontraksi datang.
***
Waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Aku menghubungi bidan Amel dan mengabarkan bahwa kontraksi sudah 3 menit sekali dan mulai ada rasa ingin mengejan. Bidan Amel mempersilakan kami datang jika dorongan mengejan sudah tidak bisa ditahan.
Aku masih mencoba bertahan hingga sekitar jam setengah 6, lalu meminta suami untuk menelepon Mama mertua agar datang ke rumah menjaga Hauna dan Hikari. Sementara itu, aku dan suami bersiap-siap berangkat ke bidan.
Namun, sebelum Mama datang, aku sudah merasa tidak tahan lagi. Aku menitipkan Hauna dan Hikari ke Bu Imas, tetangga sebelah rumah, lalu segera berangkat ke bidan dengan motor.
Perjalanan yang normalnya hanya 5 menit terasa lebih lama karena kami harus berhenti tiga kali saat kontraksi datang.
***
Di Bidan Amel
Sekitar jam setengah 7 pagi, kami sampai di bidan Amel. Begitu melihatku, bidan Amel langsung memeluk dan merangkulku masuk ke ruangan periksa.
Setelah tensi, aku menjalani pemeriksaan dalam (VT). Aku sempat berpikir sudah bukaan besar karena kontraksi datang setiap 1-2 menit sekali dan berlangsung lebih dari satu menit. Namun ternyata... masih pembukaan 3!
Sesuai prosedur, bidan Amel meminta izin untuk merujukku ke rumah sakit. Aku mengiyakan. Aku sudah ridha di mana pun bayi ini lahir, karena aku yakin Allah adalah sebaik-baik perencana.
Namun, bidan Amel tetap mendukung dan menyemangatiku. Bidan Amel memberikan air zam-zam dan kurma ajwa, dan meminta suamiku untuk menyuapi.
Lalu aku diminta berbaring menghadap ke kanan, suami di hadapanku diminta untuk membantu aku induksi alami. Bidan Amel di belakang punggungku, menyiapkan berkas, menghubungi RS, sambil tetap bantu mengusap punggung dan memijatku. Masya Allah, terharu sekali Allah beri support system sehangat ini 🥲
Saat kontraksi datang, aku secara refleks menggenggam kuat pahaku. Bidan Amel memperhatikannya dan mengingatkan dengan lembut, "Teh, kalau kontraksi datang, jangan ditahan ya. Lemesin aja badannya."
Aku sempat bingung. Bagaimana caranya tidak menahan dan melemaskan badan saat sakit seperti ini?
Lalu aku teringat kucingku yang pernah melahirkan. Dia tidak menunjukkan perlawanan apapun, sangat tenang dan menikmati prosesnya. Aku juga teringat kata-kata Kakakku:
"Pasrahin aja. Rasa sakitnya jangan dilawan, tapi diterima."
Sebelumnya, aku memang tidak berteriak saat kontraksi, tapi tubuhku secara refleks tetap kaku karena melawan rasa sakit. Ternyata aku belum paham betul yang dinamakan "menikmati rasa sakit" itu, dan baru memahaminya di persalinan ke 3 ini.
Akhirnya, aku mencoba untuk benar-benar melemaskan tubuh dan mengikuti alur kontraksi. Bi idznillah, setelah aku pasrah, melemaskan badan, menikmati setiap rasa yang muncul, ternyata jadi buatku merasa lebih mindful. Aku terhubung dengan tubuhku, aku bisa merasakan kepala bayi bergerak ke jalan lahir.
Tidak lama, aku merasakan ada cairan yang keluar. Aku memberi tahu bidan Amel yang masih menghubungi pihak RS. Kata bidan Amel tidak apa-apa, bukan air ketuban, hanya lendir campur darah.
Sekitar jam setengah 8, aku diperiksa lagi. Alhamdulillah, sudah bukaan 6!
"Apakah ini pertanda aku akan melahirkan di sini?"
Komentar
Posting Komentar