Menyelami Filter Diri #JurnalBunsay
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah setelah menyelesaikan tantangan kemarin, hari ini aku sampai di tantangan hari ke-8. Mulai hari ini sampai dengan hari ke-12 nanti sepertinya akan menjadi tantangan yang cukup effortful untukku. Sebab, aku bukan hanya mengevaluasi diri dan hari-hariku, tapi juga harus melatih diri melihat emosiku apa adanya. Lalu lebih dalam lagi mengenal persepsi (perasaan, asumsi, dialog internal) dan mengenali apa yang melatarbelakangi persepsi itu hadir.
Lalu, bagaimana hari ini?
Hari ini tidak berbeda jauh dengan hari biasanya. Kebetulan hari ini adalah jadwalku pengajian yang qodarullah sedang ada agenda tambahan sehingga waktunya cukup panjang. Aku harus berangkat jam 1 siang dan pulang jam 5 sore. Agar kondusif, anak-anak aku serahkan dulu kepada Ayahnya. Pesan dari Ayahnya hanya satu, yaitu meminta agar anak-anak tidur siang dulu sebelum mereka mengantarku ke pengajian. Baiklah, aku sanggupi.
Selain ada rencana di siang hari, pagi ini juga waktunya aku mencuci baju. Setelah mencuci, aku melipir ke kebun yang akhirnya mengusikku untuk merapikan dan mencabut rumput-rumput liatnya. Cukup menguras tenaga dan waktu, tapi aku merasa flow. Saking flow-nya beberes kebun, tau-tau sudah lewat jam 10, sementara aku dan anak-anak belum mandi. Ya, maka dimulailah aktivitas-aktivitas kilat yang rentan mengundang ledakan emosi itu.
Aku meminta anak-anak untuk merapikan mainannya, makan, mandi, dan segera tidur siang sebelum dzuhur. Sementara aku langsung ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Selesai aku masak, ternyata mereka belum selesai juga dan masih bermain, padahal waktu semakin mepet. Yah, akhirnya kesabaran Mama diuji lagi.
Sebenarnya saat itu tidak terlalu meledak, meski mata melotot tidak tertahankan. Segera aku menjaga jarak dengan mereka beberapa waktu dan meminta mereka merapikan mainannya. Tapi setelah mencoba merenungi peristiwa sehari-hari, rasanya yang menjadi pemicu emosi untukku alasannya mirip-mirip. Itu lagi, itu lagi.
Anehnya, meski kejadiannya sudah berulang-ulang, bahkan diri sendiripun sebenarnya sudah lelah ketika menjadi reaktif marah, tapi kok rasanya tetap sulit untuk tidak terpicu. Ujungnya heran sama diri sendiri, "kok masih pakai reaksi yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda?"
Ah, pada akhirnya aku perlu menyadari suatu hal, bahwa ternyata lingkaran setan itu tidak akan pernah berakhir selama aku belum membersihkan filterku yang kotor. Ya, perlu sadari bahwa filterku ini dipenuhi oleh ekspektasi, baik itu ekspektasi pada anak-anakku yang ingin mereka cepat tanggap, patuh, mudah diatur, ataupun ekspektasi pada diri sendiri yang ngebet menjalankan sesuatu sesuai rencana.
Filter itu mengaburkan persepsiku, membuatku memiliki asumsi yang keliru. Lalu bertahan dan mengendap menjadi perasaan, tentu saja perasaan yang dasarnya keliru, hingga akhirnya membuahkan reaksi yang tidak tepat. Astaghfirullah... 😞
Aku jadi teringat kata Mbak Nunik, bukan berarti kita tidak boleh berekspektasi, tapi jangan sampai ekspektasinya keliru. Kita perlu berekspektasi yang realistis.
Bismillah ya, mungkin selanjutnya aku perlu belajar manajemen ekspektasi. Terutama soal anak, lagi dan lagi sepertinya aku perlu mengulang belajar tentang fase perkembangan anak, agar ekspektasiku sesuai dengan kemampuan mereka.
Tak lupa, penting juga rutin mengecek dan membersihkan filter agar bisa melihat sesuatu dengan sudut pandang yang lebih jernih 🌞
#JurnalBunsay #Bunsay9 #InstitutIbuProfesional #Zona1 #SelfAwareness #TantanganHarike8
Komentar
Posting Komentar