Melatih Komunikasi Produktif #1 bersama Anak #JurnalBunsay
"Sesuatu yang produktif menjadikan pesan yang dikirim menghasilkan sesuatu yang lebih daripada apa yang dikirim tersebut." - Dodik Maryanto
***
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, setelah HEE kali ini kita memasuki Zona 2 Komunikasi Produktif. Piknik pantai kali ini ditemani Bapak Dodik Maryanto, beliau membawa 'hidangan' yang padat nutrisi untuk disuguhi kepada kami, masya Allah. Ada beberapa hal yang aku highlight untuk melatih komunikasi produktif ini.
Pertama, kita perlu memahami arti komunikasi itu sendiri, yakni proses penyampaian pesan dari penyampai kepada penerima. Maka, komunikasi dikatakan efektif ketika pesan itu diterima dan dipahami dengan benar dari si penyampai pesan kepada si penerima pesan.
Sementara, komunikasi produktif adalah ketika pesan yang diterima menghasilkan sesuatu yang lebih daripada pesan yang diberikan. Misal, ketika kita deeptalk atau bahkan hanya melakukan obrolan ringan dengan pasangan, anak, atau teman. Lalu lewat obrolan tersebut, kawan bicara kita mendapatkan pemahaman yang lebih berkembang, mendapatkan insight, serta melakukan kebaikan setelahnya, maka itulah komunikasi produktif. Intinya, kita bisa mencapai indikator keberhasilan komunikasi produktif ini jika hasil komunikasinya, respon penerimanya, serta feedback yang kita berikan sesuai atau bahkan lebih dari yang kita harapkan.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa wajar sekali dua manusia memiliki frame of reference dan frame of experience yang berbeda. Frame of reference adalah sudut pandang, nilai-nilai, tata krama, dll. Sementara frame of experience adalah pengalaman-pengalaman hidup yang membentuk seseorang hingga ia saat ini.
Maka, ketika kita berkomunikasi dengan pasangan, kita tidak perlu memaksakan frame of reference dan frame of experience milik kita kepada pasangan. Melainkan kita hanya perlu berbagi agar bisa saling memahami perbedaan frame of reference dan frame of experience tersebut. Sehingga, diharapkan perlahan-lahan frame of reference dan frame of experience yang tadinya milik masing-masing menjadi milik bersama.
Ketiga adalah tentang hal-hal yang bisa dilatih untuk menerapkan komunikasi produktif. Diantaranya adalah pemilihan kosa kata atau diksi, nada bicara, intonasi, dan bahasa tubuh, kontak mata, sebab seringkali masalah komunikasi terjadi bukan karena isi pembicaraannya, melainkan karena cara penyampaiannya. Lalu, pemilihan waktu dan tempat yang tepat dan nyaman untuk kedua belah pihak.
Keempat adalah kita yang bertanggung jawab atas apa yang disampaikan. Jika dalam komunikasi ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, maka kita-lah yang perlu mengubah strategi atau memperbaiki cara dalam menyampaikan pesan.
***
Alhamdulillah. Hari ini adalah hari pertama tantangan di Zona 2. Partnerku kali ini adalah anak pertamaku. Kalau digambarkan dengan emoticon, maka yang menggambarkan kondisi hari ini adalah 😓🙃.
Tadi pagi anak pertamaku memainkan pasir kucing, aku reflek mengingatkannya, "Na, jangan dimainin pasirnya." Sebenarnya menurutku nadanya biasa saja, tidak dengan intonasi keras, tapi juga tidak lembut. Tapi saat itu sepertinya kondisi emosi anakku tidak dalam kondisi prima, mungkin karena sejak pagi aku banyak memberi instruksi dan koreksi. Jadi, akhirnya peringatan kali ini menjadi trigger dia menangis. Lalu aku tanya, kenapa dia menangis? Katanya "Mama nggak ngebolehin main pasir." Aku jawab, "harusnya Mama ngebolehin?" Dia bilang, "nggak..." tapi sambil makin nangis. Aku masih bingung harus merespon apa, jadi aku lebih membiarkannya dulu menangis hingga reda. Eh, yang ada nangisnya malah menjadi-jadi 😓
Tapi sejujurnya, aku masih bingung harus bagaimana dan prioritasku adalah tidak terpancing emosi terlebih dulu, jadi aku biarkan dulu saja sambil menenangkan diri 🙃
Sampai akhirnya dia berhenti menangis, aku datangi, aku tanyakan, "udah selesai teriak-teriaknya?" Dia jawab, "udah." Setelah itu, aku tidak bahas apapun dulu sampai semuanya lebih nyaman. Tapi ya namanya anak-anak ya, masya Allah, alhamdulillah cepat sekali healing-nya. Tanpa berlama-lama, dia langsung beraktivitas seperti biasa. Saat menemaniku membuat roti, aku ajak dia mengutarakan perasaannya, ternyata masih ada emosi yang rembes tapi tidak sekuat sebelumnya.
Hal-hal yang sudah baik hari ini adalah tidak terpancing emosi. Alhamdulillah, sederhana, tapi buatku ini adalah sebuah pencapaian. ðŸ˜ðŸ˜
Sementara hal yang harus ditingkatkan adalah semuanyaaaa. Huhuhu. Sebenarnya, sejujurnya, memang semua aspek harus ditingkatkan sih dari diriku ini, tapi kita latih satu per satu ya, dimulai dari nada bicara yang lebih lembut, dan harus terus melatihnya sampai menjadi kebiasaan.
Insight yang aku dapatkan hari ini adalah penting untuk memberi validasi perasaan anak terlebih dahulu, sebab anak akan merasa dipahami dan bisa jadi lebih mudah dalam menerima pesan kita selanjutnya.
Alhamdulillah atas semua kebaikanNya yang menuntunku. Bismillah untuk hal-hal baik esok hari.
Komentar
Posting Komentar